Thursday, October 6, 2011
Simfoni Isu: Dari Bom Hingga KPK, Dirigennya adalah…
Negri ini berpenduduk banyak sekali, 240.000.000 (Dua ratus empat puluh juta jiwa). Banyak penduduk, banyak masalah. Beberapa masalah besar di Republik ini adalah pemilihan Presiden, Gubernur dan anggota dewan.
Karena jatah presiden hanya satu, maka bisa bayangkan kompetisinya…? KPU termasuk paling repot. Banyak parpol merebut jatah 550 kursi. Jumlah calon banyak sekali, segala permainan bisa kita tonton. Demikian juga pemilihan Hakim Agung, Pimpinan KPK, dsb.
Konon Biaya (kampanye) ratusan juta hingga ratusan milyar. Setelah mereka menjabat, terpanggil untuk mensejahterakan rakyat. Membuat damai warga kota dan negara. Meningkatkan taraf hidup, ekonomi, pendidikan dsb. Memberantas korupsi dan Mengatasi masalah (mafia) hukum dsb di negri ini. Itulah janji atau sumpah mereka.
Namun, sayang ditengah jalan sebagian mereka terlibat kasus hukum. Ada menteri, mantan Petinggi ini dan itu, Gubernur, pengurus Parpol, anggota teras DPR dan yang lebih tinggi. Muncullah kasus-kasus besar seperti Lumpur Lapindo, kasus Pajak, Bank Century, rekening Gendut, kasus Banggar, dll yang melibatkan kekuasaan dan orang dekatnya.
Kasus di atas Ada yang sudah selesai ada masih dalam penyelidikan. Sebagian penyelidikan lancar sebagian lain lambat, karena ybs orang yang sedang berkuasa. Sebut saja kasus suap deputi BI, belum juga tuntas. Aktor utamanya masih belum juga di Lapas tapi seolah “dilepas”.
Lalu…? Dalam situasi seperti ini Keamanan di negri mulai terusik. Bermunculanlah silih berganti kasus Bom, Polri berhasil menangkap teroris, dsb. Lalu muncul berita penyerangan kelompok agama kepada agama berbeda, kasus agama sesat yang dirusak rumah ibadahnya, dan penyegelan gereja di Bogor.
Kemudian muncul heboh kasus di Papua, Ambon, Aceh, dan sewaktu-waktu Diselingi “orkestra” lainnya seperti : kasus cicak vs buaya, hingga pengkerdilan KPK yang dikriminalisasikan. Lalu muncul alunan orkestras Gayus dan Orkestras Nazaruddin (mantan Bendahara Partai Demokrat) bahwa dia sudah menyuap pimpinan KPK dan pimpinan Banggar.
Tentu kasus ini sangat natural, tetapi menghebohkan negri, sebab datangnya silih berganti. Sampai ada yang berpendapat, kita ini seolah tinggal di negri tanpa pemimpin.
Akibat kasus dstang silih berganti, rakyat mudah lupa. Kita mendadak lupa kasus century, kasus Antasari, Mafia Pemilu, dan kasus lain yang tak kalah ngeri. Tapi kemudian saat ada anggota dewan tertentu terjerat hukm, eeehhh kasus lama tadi coba diungkit lagi. Aneh tapi nyata.
Apakah sebagian kejadian diatas merupakan “orkestra isu” yang disengaja? Apakah memang dipimpin seorang “dirigen” handal dan menguasai irama pelbagai lagu selera rakyat hingga pejabat? Itulah pertanyaan yang muncul saat diskusi tentang negri ini.
Ada pendapat, Seolah dirigen tadi adalah Pemain lama dan punya Guru yang hebat serta melibatkan semua lapisan pejabat tanpa kecuali, bahkan mencapai lingkaran KPK hingga MK? Semua dirasuki irama musik korupsi.
Belum selesai muncul nyanyian baru. Belum selesai, ada pemain dan penyanyi baru. Rakyat jadi kesal. Tapi kemudian disuguhkan lagi atraksi lain yang lebih seru dan heboh. Masyarakatpun dibuat lupa dengan lagu yang belum selesai tadi, dst dst.
Muncul Gayus Lupa Century; terbit Banggar, Tenggelam si Nazar. Heboh Bom, hilang Mafia Pemilu…dst dst. Lihatlah, Nampaknya dalam banyak kasus, aktor utama selalu lepas dari jerat hukum, hanya kalangan anak buah dikorbankan. Sekelas Pegawai suruhan. Konon, mereka lepas karena dianggap sakti. Mereka memegang kunci (kartu) rahasia. Kalau ditangkap, maka orkestra berikut bisa-bisa fals, merusak semua “panggung sandiwara” dan orkestra Sang Dirigen.
Kata yang percaya ini isu, Sang “Dirigen” tampaknya punya para pemain yang sangat kompak. Jaringannya rapi. Penyanyinya juga hebat-hebat, serta bayarannya kuat. Pemusiknya juga itu-itu saja. Bosan, tapi mereka pandai menggubah “lagu” baru, membuat mata menari-nari di depan TV.
Begitulah sebagian isi kepercayaan sebagian penonton (rakyat) yang masih terus menyaksikan orkestra isu demi isu. Karena kelamaan terpaksa sambil minum Kopi. Menantikan tahun 2014…2015…2016. Ada yang berharap Sang Dirigen tadi bisa ditemukan dan dimasukkan ke dalam penjara. Saat itulah penonton merasa lega.
Benarkah orkestra isu ini dibuat atau memang natural? Benarkah ada dirigen Utama? Kalau ada Siapakah Dia? Entahlah. Kalaupun benar ada, maka diperlukan manusia Indonesia yang dekat dengan penguasa, punya data, berani bersuara, dan rela membayar harga. Moga moga tidak.
Penulis sendiri berpendapat, fenomena di atas lebih disebabkan Sistem peradilan, UU dan hukum negri ini cenderung “dibiarkan” lemah. Juga karena Sistem kepemimpinan koalisi yang cenderung (terpaksa) kolutif. Sistem ini memberi celah saling sandera menyandera diantara kekuatan politik yang berkolusi tadi. Akhirnya membuat ‘drama isu’ itu mendapat peluang di tengah masyarakat. Kepercayaan akhirnya menurun, terus menurun dan menurun. Akhirnya, jika rasa aman penduduk kurang, disanalah preman dan teror(is) berkembang luar biasa, serta isu (gosip) menjadi mudah berkembang biak. Mari Kita dukung pemerintah agar dapat menepis pelbagai isu ini.
Penulis melihat sebenarnya banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah dalam menegakkan hukum. Terbukti makin banyak Mantan menteri, Gubernur dan mantan gubernur, anggota DPR, dan pejabat lainnya masuk bui alias penjara. Lebih banyak dibanding era kekuasaan sebelumnya. Luar biasa.
Kita dukung terus agar hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya bukan saja bagi orang kecil, tapi bagi yang punya kekuasaan tinggi, bahkan yang tertinggi sekalipun.
Apa pendapat Teman-teman?
JS
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment